Oktober 1, 2025
Topan Ragasa

Topan Ragasa kini menjadi salah satu siklon tropis paling mengerikan yang melanda Asia Timur pada tahun 2025. Menyapu sejumlah negara — mulai dari Filipina, Taiwan, Hong Kong, hingga pesisir selatan Tiongkok — badai ini memicu kehancuran, banjir dahsyat, tanah longsor, hingga korban jiwa. Di tengah upaya tanggap darurat, muncul pula kekhawatiran dampak tak langsungnya bagi Indonesia, terutama cuaca ekstrem dan gelombang tinggi. Artikel ini merangkum perkembangan terbaru, dampak di negara-negara terdampak, serta potensi efeknya ke wilayah Nusantara.


Sejarah dan Jalan Topan Ragasa

Menurut catatan Wikipedia, Ragasa (dikenal juga sebagai Typhoon Ragasa atau Super Typhoon Ragasa / Nando di Filipina) terbentuk pada 17 September 2025 dari pusat konveksi di perairan Pasifik Barat. Wikipedia

Dalam waktu cepat, badai ini mengalami intensifikasi cepat, mencapai status super topan dengan kecepatan angin puncak yang sangat tinggi. VnExpress Intl.+2Wikipedia+2 Saat melewati utara Luzon (Filipina) dan menuju Taiwan, ia sempat menyandang gelar badai paling kuat di kawasan Barat Pasifik pada 2025. Wikipedia+2VnExpress Intl.+2

Setelah menyerang Taiwan dan menerjang pesisir Tiongkok selatan, Ragasa melemah secara bertahap ketika memasuki Vietnam. VnExpress Intl.+2AP News+2


Dampak di Negara-Negara Terdampak

Filipina & Luzon Utara

Sebelum badai melanda daratan Asia Timur, wilayah utara Filipina sudah menghadapi hujan lebat dan angin kencang dari sisi luar Ragasa. Pemerintah Filipina bahkan menghentikan aktivitas sekolah dan kantor hingga daerah pesisir dievakuasi. VnExpress Intl.+2Al Jazeera+2
Laporan menyebut bahwa minimal 10 orang meninggal di Filipina akibat badai ini, terutama para nelayan dan korban gelombang badai yang menenggelamkan kapal kecil. VnExpress Intl.+3AP News+3The Guardian+3

Taiwan

Taiwan menjadi salah satu wilayah paling parah terkena dampak. Bagian luar Topan Ragasa mulai melanda sejak 22 September, membawa hujan ekstrem dan angin kencang. Wikipedia+3The Guardian+3The Guardian+3
Awalnya dilaporkan 17 orang tewas dan puluhan orang hilang. Namun, kemudian otoritas Taiwan menyebut angka kematian menjadi 14 orang karena ada duplikasi data. Al Jazeera
Salah satu tragedinya terjadi di Hualien: bendungan alam—dibentuk oleh puing longsor sebelumnya—meluap dan menyeret air ke kota Guangfu, menggenangi daerah pemukiman dan merusak infrastruktur. Al Jazeera+2The Guardian+2

Jembatan jalan utama juga hancur akibat gelombang dan arus deras. Al Jazeera+2The Guardian+2

Hong Kong & Makau

Hong Kong menyatakan sinyal topan tertinggi, Typhoon Signal 10, selama badai mencapai puncaknya. Reuters+2AP News+2
Angin kencang merobohkan pohon, merusak perancah, dan memicu banjir pesisir. Salah satu adegan viral menunjukkan gelombang besar melewati pintu kaca hotel Fullerton, membanjiri lobi mewahnya. AP News+3People.com+3The Guardian+3
Banyak penerbangan dibatalkan, transportasi publik dihentikan, dan kota nyaris lumpuh selama 36 jam. Reuters+2AP News+2

Makau juga turut direndam banjir, beberapa jalan pusat kota terendam air. The Guardian+1

Tiongkok Selatan

Setelah melewati Hong Kong dan Makau, Ragasa mendarat di Provinsi Guangdong, khususnya di kota Yangjiang dan Hailing.
Sekitar lebih dari 2 juta orang dievakuasi di Guangdong sebelum badai menghantam.
Sekolah, kantor, dan layanan publik ditutup di lebih dari 10 kota. Pelabuhan utama di Hong Kong dan Guangdong sempat ditutup demi keselamatan operasional kontainer dan kapal lain. WorldCargo News

Kabupaten pesisir melaporkan kerusakan infrastruktur jalan, bangunan rusak, pohon tumbang, dan banjir bandang. The Guardian+2AP News+2


Ragasa Turun Kelas, Menuju Vietnam

Setelah melewati wilayah daratan Tiongkok, Ragasa melemah menjadi badai tropis dan akhirnya menuju utara Vietnam. VnExpress Intl.+1
Meskipun kecepatannya berkurang, ragasa masih mampu membawa hujan lebat dan memicu banjir bandang di wilayah delta utara Vietnam. AP News+1


Potensi Dampak Tidak Langsung ke Indonesia

Meskipun jalur Ragasa tidak melewati Indonesia secara langsung, BMKG telah memperingatkan kemungkinan dampak tidak langsung akibat sistem cuaca yang ikut terpengaruh.
Pada 22 September 2025, BMKG mengeluarkan peringatan hujan lebat disertai petir dan angin kencang di sejumlah wilayah Indonesia, terutama Maluku, Papua, dan Sulawesi.
Selain itu, BMKG memprediksi peningkatan gelombang tinggi di Laut Natuna, Laut Maluku, Laut Banda, dan Laut Banda hingga Samudra Pasifik utara Papua. Nelayan dan operator kapal diminta waspada.

Karena asal topan memodifikasi tekanan dan pola atmosfer regional, sistem angin dan massa udara bisa ‘tertarik’ ke wilayah Indonesia bagian timur, meningkatkan potensi badai lokal atau hujan ekstrem.


Pelajaran & Tantangan

Topan Ragasa memperlihatkan beberapa poin penting:

  1. Kekuatan dan intensifikasi cepat
    Ragasa adalah contoh badai yang memperkuat diri dengan sangat cepat, menyulitkan kesiapan evakuasi di beberapa wilayah.
  2. Kerentanan wilayah berbukit & pesisir
    Longsor dan bendungan alam yang runtuh di Taiwan menunjukkan bagaimana bencana alam sebelumnya dapat memperburuk dampak badai.
  3. Evakuasi masif sebagai strategi utama
    Evakuasi jutaan orang di Guangdong dan wilayah pesisir lain menjadi langkah preventif krusial.
  4. Keterbatasan infrastruktur dan kesiapsiagaan
    Beberapa jembatan, jalan, dan bangunan tidak mampu menahan daya rusak gelombang dan banjir.
  5. Dampak iklim & tren badai ekstrem
    Intensitas ekstrem Ragasa menjadi contoh bahwa iklim global yang memanas memungkinkan badai lebih kuat dan sulit diprediksi.

Kesimpulan

Super Topan Ragasa telah meninggalkan jejak kehancuran di Asia Timur — menewaskan belasan hingga puluhan orang, memaksa evakuasi massal, menutup pelabuhan dan transportasi, serta memicu kerusakan besar di infrastruktur dan lingkungan. Hong Kong, Taiwan, Tiongkok selatan, Filipina semuanya merasakan kedahsyatan badai ini.

Bagi Indonesia, meskipun tidak terkena langsung, syarat kondisi atmosfer yang berubah dan pola cuaca yang terganggu bisa membawa dampak tidak langsung, terutama di wilayah timur. Peringatan BMKG menunjukkan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan.

Fenomena Ragasa juga memperingatkan kita bahwa badai tak bisa dianggap enteng — kesiapsiagaan, mitigasi, dan adaptasi menjadi kunci agar korban dan kerugian dapat diminimalkan ke depannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *