
Ekonomi global di tahun 2025 menampilkan gambaran yang beragam, namun di tengah ketidakpastian, Vietnam kembali menunjukkan tajinya sebagai salah satu bintang pertumbuhan di Asia Tenggara. Data resmi dari Kantor Statistik Nasional (NSO) yang dirilis pada Senin (6/10/2025) menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam melesat 8,23% secara tahunan (YoY) pada kuartal III-2025. Angka ini merupakan pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak 2011, mengukuhkan posisinya sebagai ekonomi yang tangguh di tengah gejolak eksternal.
Pertumbuhan impresif ini tidak datang tanpa alasan. Peningkatan signifikan dalam aktivitas ekspor dan industri menjadi pendorong utamanya. Sepanjang Juli–September, nilai ekspor Vietnam melonjak 18,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencapai US$128,57 miliar. Sektor manufaktur dan pengolahan, yang merupakan tulang punggung ekonomi, mencatat pertumbuhan produksi industri sebesar 9,1% dalam sembilan bulan pertama tahun ini, dengan sektor manufaktur sendiri tumbuh tertinggi 10%. Angka ini mencerminkan pemulihan berkelanjutan dan ketahanan di tengah tekanan global.
Katalis Pertumbuhan dan Tantangan Eksternal
Meski dihadapkan pada tantangan, seperti tarif 20% yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk impor Vietnam sejak 7 Agustus 2025, Hanoi berhasil menjaga momentum. Total omzet perdagangan Vietnam, termasuk impor dan ekspor, melampaui US

680miliardalamsembilanbulanpertamatahunini,naik17680miliardalamsembilanbulanpertamatahunini,naik17
16,8 miliar. Optimisme tetap tinggi, dengan Perdana Menteri Pham Minh Chinh menargetkan ekspor tumbuh lebih dari 12% tahun ini. Pemerintah juga berkomitmen melanjutkan negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat untuk mengatasi dampak tarif.
Di sisi lain, konsumsi domestik Vietnam juga menunjukkan geliat positif. Penjualan ritel naik 11,3% sepanjang September, dan indeks harga konsumen (IHK) tetap terkendali, hanya naik 3,38% pada September dibandingkan tahun sebelumnya. Seluruh sektor ekonomi menunjukkan kenaikan: industri dan konstruksi (9,46%), jasa (8,56%), serta pertanian (3,74%). Secara kumulatif, PDB Vietnam dalam sembilan bulan pertama tahun ini tumbuh 7,84%, terkuat sejak 2011. Pemerintah menargetkan pertumbuhan PDB sebesar 8,3%–8,5% sepanjang tahun 2025, angka ambisius yang jauh melampaui proyeksi Bank Dunia (6,6%) dan IMF (6,5%).
Kontras dengan Indonesia: Pertumbuhan Stagnan dan Ketergantungan Komoditas

Kinerja cemerlang Vietnam ini sangat kontras dengan realitas ekonomi Indonesia. Sementara Vietnam secara konsisten menembus angka pertumbuhan di atas 7% bahkan 8% dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia cenderung stagnan di kisaran 5%. Lemahnya sektor manufaktur dan ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas menjadi salah satu pemicu utama perbedaan ini. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang lebih besar dari sisi populasi, sumber daya alam, dan ukuran ekonomi di regional, bahkan sebagai bagian dari G20.
Lembaga-lembaga global meramal ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 4,8%–4,9% pada tahun 2025. IMF memproyeksikan 4,9%, OECD 4,9%, dan Japan Credit Rating di bawah 5%. Asian Development Bank (ADB) bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 5% menjadi 4,9% untuk 2025, dan dari 5,1% menjadi 5% untuk 2026, dengan alasan ketidakpastian perdagangan global dan tingginya tarif resiprokal. ADB juga memangkas proyeksi inflasi Indonesia dari 2% menjadi 1,7% pada 2025.
Ambisi dan Stimulus Ekonomi Indonesia
Meskipun dihadapkan pada tantangan ini, pemerintah Indonesia tidak berdiam diri. Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan ambisinya untuk membawa pertumbuhan ekonomi RI mencapai 8% pada periode pemerintahannya 2024-2029, dengan berbagai program prioritas yang dipacu.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga tengah menyiapkan langkah-langkah stimulus. Purbaya berencana menggeser anggaran kementerian/lembaga yang tidak terserap untuk membiayai berbagai program stimulus ekonomi pada kuartal IV-2025. Ini termasuk potensi penebalan stimulus yang akan menjangkau kelompok desil IV masyarakat, mencakup lebih dari 30 juta keluarga penerima manfaat, sesuai instruksi Presiden Prabowo. Detail stimulus tambahan ini masih dalam tahap finalisasi dan akan diumumkan dalam waktu dekat.
Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan melepaskan diri dari stagnasi. Namun, perbandingan dengan Vietnam menunjukkan perlunya transformasi ekonomi yang lebih fundamental, terutama dalam memperkuat sektor manufaktur dan mengurangi ketergantungan komoditas, untuk mencapai potensi penuh yang dimiliki Indonesia di kancah global.