Desember 1, 2025

Tokyo, Jepang — Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang pada Sabtu (4/10) telah memilih pemimpin barunya, dan dengan demikian kemungkinan besar menunjuk Perdana Menteri berikutnya. Dalam sebuah hasil bersejarah, Sanae Takaichi, seorang nasionalis konservatif berusia 64 tahun, berhasil memenangkan pemilihan dan akan menjadi perempuan pertama yang memimpin Jepang sebagai Perdana Menteri. Kemenangan ini datang di tengah gejolak politik dan ekonomi yang signifikan, dengan LDP bertekad untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik yang terkikis oleh kenaikan harga dan pergeseran dukungan ke partai oposisi.

Pemilihan pemimpin LDP kali ini menampilkan lima kandidat, namun perhatian utama tertuju pada tiga nama teratas: Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi (44), yang akan menjadi perdana menteri termuda di era modern Jepang jika terpilih; Sanae Takaichi (64), yang akhirnya memenangkan kontestasi; dan Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi (64), seorang veteran partai beraliran tengah.

Shinjiro Koizumi, putra dari mantan Perdana Menteri populer Junichiro Koizumi, dianggap sebagai frontrunner dalam banyak jajak pendapat awal. Ia memimpin narasi reformis dan berusaha mengatasi isu-isu seperti inflasi dan harga beras yang melonjak. Namun, serangkaian “gaffe” selama kampanye, termasuk upaya timnya untuk membanjiri platform streaming dengan komentar positif tentang dirinya, menimbulkan kekhawatiran di kalangan anggota partai dan publik yang sudah skeptis terhadap LDP.

Pertarungan sengit ini berujung pada putaran kedua, di mana Takaichi berhasil mengalahkan Koizumi. Dalam putaran pertama, tidak ada kandidat yang berhasil meraih mayoritas mutlak dari 295 suara anggota parlemen LDP dan 295 suara anggota akar rumput. Ini berarti pertarungan berlanjut antara dua kandidat teratas, dengan bobot suara yang lebih besar pada anggota parlemen LDP, yang pada akhirnya menguntungkan Takaichi yang memiliki dukungan kuat di dalam faksi konservatif partai.

LDP dalam Krisis, Sebuah Reset yang Dibutuhkan

Pengganti Shigeru Ishiba, Perdana Menteri sebelumnya yang mundur setelah serangkaian kekalahan pemilu, akan mewarisi partai yang berada dalam krisis. Meskipun LDP secara historis mendominasi politik Jepang sejak periode pasca-perang, popularitas mereka menurun drastis. Beberapa partai oposisi, seperti Partai Demokrat untuk Rakyat yang ekspansionis secara fiskal dan Sanseito yang anti-imigran, berhasil menarik pemilih muda yang kecewa. “LDP membusuk dari dalam, jadi sudah saatnya untuk mengatur ulang,” kata Osamu Yoshida, seorang pendukung Takaichi, mencerminkan sentimen banyak pemilih.

Kemenangan Takaichi menjadi lebih signifikan karena ia dihadapkan pada tugas berat untuk merevitalisasi LDP dan mengembalikan kepercayaan publik. Pemungutan suara yang hanya melibatkan anggota parlemen dan anggota berbayar LDP (sekitar 1% dari total populasi Jepang) menggarisbawahi tantangan legitimasi yang dihadapinya. Meskipun ia akan menggantikan Ishiba sebagai Perdana Menteri, LDP dan mitra koalisinya tidak lagi memegang mayoritas di kedua majelis parlemen, yang berarti Takaichi harus bekerja sama dengan partai oposisi untuk memerintah secara efektif.

Siapa Sanae Takaichi: Wanita Besi Jepang?

Sanae Takaichi adalah seorang politikus veteran yang dikenal sebagai konservatif gigih dan sekutu dekat Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri Jepang. Ia telah memegang beberapa jabatan menteri penting di bawah pemerintahan Abe, termasuk Menteri Negara Urusan Okinawa dan Wilayah Utara, Menteri Negara Kebijakan Sains dan Teknologi, dan Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi.

Takaichi memiliki visi yang paling tajam dan berpotensi paling disruptif untuk perubahan. Di bidang ekonomi, ia menjanjikan dorongan ekonomi dengan belanja agresif, mengkritik kenaikan suku bunga Bank of Japan, dan membuka kemungkinan untuk meninjau kembali kesepakatan investasi dengan Presiden AS Donald Trump. Pergeseran kebijakan semacam itu bisa menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor mengingat beban utang Jepang yang sangat besar.

Salah satu agenda populisnya yang paling mencolok adalah pandangannya mengenai imigrasi. Takaichi menyatakan bahwa Jepang harus “mempertimbangkan kembali kebijakan yang mengizinkan masuknya orang-orang dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda.” Komentar semacam ini jarang terdengar dari politikus arus utama di Jepang, di mana penduduk kelahiran asing hanya sekitar 3% dari populasi.

Meskipun ia akan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang, Takaichi tidak secara luas dipandang sebagai pendukung kuat hak-hak perempuan atau kesetaraan gender. Ia dikenal menentang undang-undang yang mengizinkan pasangan menikah untuk mempertahankan nama keluarga terpisah, dengan alasan hal itu bertentangan dengan tradisi dan dapat merusak stabilitas nama keluarga bagi anak. Ia juga menentang pernikahan sesama jenis.

Takaichi telah lama mengagumi Margaret Thatcher, mantan Perdana Menteri perempuan pertama Inggris, dan sering disebut sebagai “Margaret Thatcher-nya Jepang.” Namun, beberapa pengamat mengkritik perbandingan ini, dengan Profesor Kingston dari Universitas Tokai menyatakan, “Dalam hal disiplin fiskal, ia sama sekali bukan Thatcher. Namun, seperti Thatcher, ia bukanlah seorang penyembuh yang hebat. Saya rasa ia belum berbuat banyak untuk memberdayakan perempuan.”

Sebagai seorang tradisionalis LDP, Takaichi secara rutin berziarah ke kuil Yasukuni yang kontroversial, tempat para korban perang Jepang—termasuk beberapa penjahat perang—dikenang. Ini adalah isu sensitif yang kerap memicu ketegangan dengan negara-negara tetangga seperti China dan Korea Selatan.

Dengan terpilihnya Sanae Takaichi, Jepang berada di ambang era baru yang dipimpin oleh seorang politikus yang tak segan-segan menantang status quo. Ia akan dihadapkan pada sejumlah isu kompleks, mulai dari populasi yang menua, gejolak geopolitik, ekonomi yang melambat, hingga kekhawatiran imigrasi yang meningkat. Namun, tugas utamanya adalah menggalang kembali dukungan untuk LDP dan membuktikan bahwa kepemimpinannya dapat membawa Jepang melalui tantangan-tantangan besar di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *