November 8, 2025
Warga Afghanistan membersihkan puing-puing saat mereka mencari jasad korban di reruntuhan rumah yang rusak setelah gempa bumi di desa Kashkak, distrik Zendeh Jan di provinsi Herat pada 8 Oktober 2023. Jumlah korban tewas akibat serangkaian gempa bumi di Afghanistan barat meningkat tajam pada 8 Oktober menjadi lebih dari 2.000 orang, dengan hampir 10.000 orang terluka, ketika para petugas penyelamat menggali desa-desa yang rata dengan tanah untuk mencari tanda-tanda kehidupan yang hilang. Lebih dari 1.300 rumah roboh ketika gempa berkekuatan 6,3 skala Richter -yang diikuti oleh delapan gempa susulan yang kuat -mengguncang daerah yang sulit dijangkau, 30 kilometer (19 mil) barat laut ibu kota provinsi Herat, menurut para pejabat.

Afghanistan Diguncang Gempa M 6,3: Puluhan Tewas, Ratusan Luka, dan Tantangan Bencana Berulang

Afghanistan kembali berduka. Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,3 mengguncang wilayah utara negara itu pada Senin (3/11/2025) dini hari, menambah panjang daftar tragedi alam yang menimpa negara yang sudah teruji ini. Laporan awal menunjukkan setidaknya 20 orang tewas dan 320 lainnya terluka, terutama di Provinsi Balkh dan Samangan. Namun, juru bicara Kementerian Kesehatan Afghanistan, Sharafat Zaman, memperingatkan bahwa angka tersebut masih bisa bertambah seiring berlanjutnya proses evakuasi.

Gempa 6,3 SR Guncang Afghanistan Utara, 20 Orang Tewas

Gempa yang berpusat di dekat kota Mazar-i-Sharif ini, dengan kedalaman 28 kilometer menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), dirasakan hingga ibu kota Kabul yang berjarak sekitar 420 kilometer ke selatan. Warga di Mazar-i-Sharif berhamburan keluar rumah, diliputi ketakutan akan ambruknya bangunan. Salah seorang warga, Rahima, seorang mantan guru sekolah, menggambarkan pengalamannya, “Saya belum pernah mengalami gempa sekuat ini seumur hidup saya. Saya bersyukur rumah saya terbuat dari beton dan berada di kota. Saya tidak tahu apakah rumah-rumah dari tanah liat di pinggiran kota bisa bertahan dari gempa ini.” Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam akan kerapuhan infrastruktur di daerah pedesaan yang mayoritas masih menggunakan bangunan tradisional.

Tantangan Respons Bencana dan Kerentanan Geologis

Jaringan komunikasi dan infrastruktur yang buruk di wilayah pegunungan Afghanistan selalu menjadi hambatan besar dalam respons bencana. Otoritas sering kali kesulitan menjangkau desa-desa terpencil selama berjam-jam, bahkan berhari-hari, untuk menilai kerusakan dan memberikan bantuan. Ini bukan hanya memperlambat upaya penyelamatan, tetapi juga dapat meningkatkan jumlah korban jiwa dan luka yang sebenarnya.

Gempa bumi memang bukan hal baru bagi Afghanistan. Negara ini terletak di sepanjang Pegunungan Hindu Kush, sebuah wilayah seismik aktif di mana lempeng Eurasia dan India bertemu dan saling menekan. Dorongan lempeng India ke arah utara adalah pemicu utama seringnya gempa bumi di wilayah tersebut, menjadikannya salah satu zona tektonik paling aktif di dunia. Sejak 1990, tercatat setidaknya 355 gempa bumi berkekuatan lebih dari magnitudo 5 telah mengguncang Afghanistan.

USGS sendiri mengeluarkan peringatan oranye melalui sistem PAGER-nya untuk gempa kali ini, menandakan potensi korban jiwa dalam jumlah besar dan dampak kerusakan yang luas. Peringatan ini mengindikasikan perlunya respons skala nasional atau bahkan regional, mengingat sejarah bencana serupa yang pernah terjadi.

Serangkaian Tragedi dan Krisis Kemanusiaan

Peristiwa kali ini menjadi bencana alam terbaru bagi pemerintahan Taliban yang berkuasa sejak 2021. Mereka telah menghadapi tiga gempa besar mematikan lainnya dalam kurun waktu singkat. Pada Agustus 2025 lalu, gempa berkekuatan 6,0 di kawasan timur menewaskan lebih dari 2.200 orang dan menghancurkan desa-desa di lereng gunung. Kemudian pada 2023, beberapa gempa kuat di Herat menelan 1.000 korban jiwa, dan di timur Nangarhar pada 2022 juga menewaskan ratusan orang serta merusak ribuan rumah. Gempa-gempa ini tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga memperparah krisis kemanusiaan yang telah melanda Afghanistan.

Negara yang kini terisolasi ini menghadapi ancaman kelaparan yang kian memburuk. Peringatan dari PBB dan lembaga kemanusiaan terus bergema mengenai situasi kritis akibat kekeringan, pembatasan ekonomi pada sektor perbankan, serta pemulangan jutaan warga Afghanistan dari Iran dan Pakistan. Bencana alam yang berulang ini semakin memperparah kondisi, menghancurkan mata pencaharian dan tempat tinggal, serta menambah beban di tengah krisis yang sudah ada.

Membangun Ketahanan di Tengah Ancaman Berulang

Sebanyak 20 orang sejauh ini dilaporkan tewas dan 320 lainnya terluka imbas gempa bumi magnitudo 6,3 yang menerjang wilayah utara Afghanistan, pada Senin (3/11)

Kerentanan Afghanistan terhadap gempa bumi menuntut pendekatan yang komprehensif untuk mengurangi risiko. Para peneliti dan ahli menyarankan beberapa langkah krusial:

  1. Pembangunan Tahan Gempa: Penting untuk membangun struktur bangunan yang lebih tahan gempa, terutama di wilayah padat penduduk dan desa-desa terpencil. Renovasi bangunan lama yang rentan juga perlu diprioritaskan.
  2. Sistem Pemantauan dan Peringatan Dini: Penguatan sistem pemantauan seismik dan pengembangan sistem peringatan dini yang efektif dapat memberikan waktu berharga bagi masyarakat untuk mengambil tindakan penyelamatan diri.
  3. Pemetaan Zona Patahan: Penggunaan teknologi geospasial dan penginderaan jauh untuk memetakan garis patahan secara akurat akan membantu pemerintah dalam perencanaan tata ruang dan menentukan relokasi penduduk di daerah berisiko tinggi.
  4. Edukasi Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi gempa bumi, mulai dari langkah penyelamatan diri hingga pertolongan pertama, adalah kunci untuk mengurangi jumlah korban.

Meskipun tantangan yang dihadapi Afghanistan sangat besar, upaya mitigasi bencana dan pembangunan ketahanan adalah investasi jangka panjang yang krusial. Gempa M 6,3 ini adalah pengingat pahit akan realitas geologis negara tersebut dan urgensi untuk bertindak demi melindungi nyawa dan masa depan rakyat Afghanistan. Bantuan internasional dan kerja sama lintas sektor sangat dibutuhkan untuk membantu negara ini bangkit dari serangkaian bencana yang terus menghantam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *