Desember 1, 2025

Pada Minggu malam (5/10/2025), warga di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Brebes serta Tegal, dikejutkan oleh sebuah pemandangan langit yang luar biasa. Sebuah cahaya terang benderang yang diikuti suara dentuman keras memicu kehebohan, memicu berbagai spekulasi di media sosial dan di kalangan masyarakat. Fenomena ini kini telah dikonfirmasi oleh para ahli sebagai peristiwa masuknya meteor berukuran cukup besar yang akhirnya jatuh di perairan Laut Jawa, di bagian utara Kota Tegal.

Awal Mula Kehebohan: Bola Api dan Dentuman Misterius

Sekitar pukul 19.00 WIB, suara dentuman keras terdengar jelas dan membuat getaran yang terasa hingga ke rumah-rumah. Wamad (32), seorang warga Kecamatan Mundu yang tinggal di dekat jalan tol, awalnya mengira suara itu berasal dari ban truk pecah. Namun, setelah melihat ramainya perbincangan di media sosial, dugaan lain mulai muncul: adanya bola api yang melintas di langit dan beberapa saksi menyebut melihatnya jatuh di kawasan Kecamatan Lemahabang, Cirebon Timur.

Koordinator Lapangan BPBD Kabupaten Cirebon, Faozan, membenarkan adanya getaran yang terekam seismograf, namun bukan berasal dari aktivitas gempa bumi. Pihaknya segera berkoordinasi dengan BMKG untuk menelusuri sumber suara tersebut. “Menurut keterangan saksi-saksi melihat ada kaya macam meteor atau roket,” ucap Faozan, menegaskan bahwa pihak berwenang terus mencari tahu kaitan antara kedua fenomena yang terjadi hampir bersamaan itu.

Analisis Ahli: Meteor Raksasa Melintasi Langit Jawa

Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Kebumen, Jawa Tengah, Marufin Sudibyo, memberikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena ini. Menurutnya, meteor tersebut melintasi jalur sepanjang sekitar 70 kilometer, terlihat mulai dari Cirebon, kemudian Brebes, dan berakhir di atas Tegal. Rekonstruksi lintasannya menempatkan titik akhir jatuhnya di laut utara Kota Tegal.

Marufin sangat yakin bahwa benda langit itu adalah meteor, berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, tidak ada sampah antariksa yang terdeteksi melintasi Cirebon pada waktu kejadian. “Semua database dari sampah antariksa yang saya sudah ada itu menyatakan tidak ada yang berpotensi jatuh dan lewat di atas Cirebon pada jam itu. Jadi yang tersisa kemungkinan tinggal meteornya,” jelasnya. Durasi penampakan cahaya yang singkat, sekitar lima detik, juga mendukung identifikasi ini, mengingat kecepatan rata-rata meteor saat memasuki atmosfer bumi.

Ukuran, Intensitas Cahaya, dan Potensi Dampak

Dari intensitas cahayanya, meteor tersebut diperkirakan 100 kali lebih terang dari Planet Venus, atau secerah bulan sabit. Berdasarkan perhitungan ini, Marufin menduga benda itu memiliki diameter minimal satu meter jika berbentuk bola padat (batu kondrit) dengan massa sekitar dua ton. Namun, ia menekankan bahwa batu sebesar itu kemungkinan besar musnah di ketinggian sekitar 40 kilometer di atas permukaan laut.

“Kalau dihitung-hitung peluang menyentuh bumi itu ada tapi kecil, kemungkinan kurang dari 10 kg ya,” imbuhnya. Bahkan jika ada serpihan yang mencapai permukaan bumi, ukurannya akan sangat kecil dan kecepatannya sudah jauh menurun, sehingga tidak menimbulkan bahaya signifikan. “Risikonya kecil,” kata Marufin.

Gelombang Kejut Penyebab Dentuman, Bukan Benturan

Peneliti Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, turut memberikan konfirmasi dan penjelasan. Ia menyimpulkan bahwa bola api misterius itu adalah meteor berukuran “cukup besar” yang melintas memasuki wilayah Kuningan-Kabupaten Cirebon dari arah barat daya sekitar pukul 18.35–18.39 WIB.

Suara dentuman keras yang terdengar di wilayah Kuningan dan Kabupaten Cirebon, menurut Thomas, bukan disebabkan oleh benturan meteor dengan daratan. Melainkan, itu adalah efek dari gelombang kejut yang dihasilkan saat meteor memasuki atmosfer yang lebih padat. “Meteor masuk dari selatan Jawa, melintas Tasikmalaya tanpa dentuman. Ketika di wilayah Kuningan, Kabupaten Cirebon, meteor mengalami gelombang kejut akibat atmosfer yang lebih padat, lalu melintas sampai Laut Jawa,” jelasnya. Ia juga memperkirakan meteor itu jatuh di Laut Jawa.

BMKG Kertajati, melalui Muhammad Syifaul Fuad, Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi, memastikan bahwa cuaca di Cirebon dan sekitarnya saat kejadian tercatat cerah berawan, menyingkirkan kemungkinan petir sebagai penyebab dentuman. BMKG sendiri tidak memiliki instrumen untuk mendeteksi benda langit dan merujuk kewenangan tersebut kepada BRIN. Meteor besar seperti yang terlihat di Cirebon ini dikenal sebagai Bolide, yaitu meteor yang cukup besar untuk menghasilkan gelombang kejut.

Fenomena Alam Biasa, Bukan Pertanda Mistis

Baik Marufin Sudibyo maupun Thomas Djamaluddin sepakat bahwa fenomena ini adalah kejadian alam biasa dan tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal mistis atau pertanda bencana. Setiap hari, Bumi kita memang dimasuki oleh puluhan ton material kosmik. Fenomena meteor adalah hal yang rutin terjadi, meskipun tidak selalu terlihat jelas oleh mata telanjang.

Penjelasan dari NASA juga menguatkan pemahaman ini, membedakan antara meteoroid (batu di luar angkasa), meteor (saat terbakar di atmosfer), dan meteorit (sisa yang sampai ke Bumi). Kebanyakan material yang masuk ke atmosfer akan hancur lebur karena kecepatan tinggi dan tekanan atmosfer.

Peristiwa di Cirebon ini menjadi pengingat menarik akan dinamika alam semesta yang selalu bekerja. Meskipun spektakuler, kehadiran meteor ini tidak menimbulkan ancaman serius dan lebih merupakan sebuah tontonan alam yang langka dan menakjubkan.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *