Desember 2, 2025

Perdagangan awal Desember 2025 menjadi episode kelam bagi para pemegang Bitcoin (BTC). Aset kripto terbesar di dunia ini kembali terpeleset tajam pada Senin (1/12/2025), memicu gelombang kepanikan dan pertanyaan besar di kalangan investor: Apakah Bitcoin mulai kehilangan daya tarik fundamentalnya sebagai ‘emas digital’ di tengah ketidakpastian pasar global?

Kejatuhan harga kali ini bukan sekadar koreksi teknikal biasa. Harga BTC sempat anjlok hingga 8 persen, menyentuh level 83.879 dollar AS, sebelum akhirnya sedikit merangkak naik dan ditutup melemah sekitar 6 persen di angka 85.788 dollar AS. Penurunan harian yang drastis ini menjadi yang terdalam sejak awal November, sekaligus menjadi penutup dari tren negatif yang menyelimuti pasar kripto sepanjang bulan lalu.

🌪️ November Kelabu: Badai Arus Keluar Dana

Bulan November 2025 akan dicatat sebagai salah satu bulan terberat dalam sejarah Bitcoin baru-baru ini. Mengutip data dari Reuters dan sumber analisis pasar, BTC kehilangan lebih dari 18.000 dollar AS dari nilainya dalam satu bulan, menandai penurunan bulanan terbesar sejak koreksi besar-besaran pasar kripto pada pertengahan tahun 2021.

Data pergerakan harga historis menunjukkan bahwa sepanjang November 2025, harga Bitcoin secara kumulatif telah turun hampir 20% (berdasarkan data penutupan dari awal hingga akhir bulan). Arus keluar dana (outflow) dalam volume yang masif menjadi bukti nyata bahwa investor institusional dan ritel semakin menjauhi aset berisiko (risk-off) di tengah iklim ekonomi global yang penuh ketidakpastian, terutama terkait kebijakan moneter global dan konflik geopolitik yang belum mereda.

Tekanan likuiditas mencapai puncaknya. Data dari CoinGlass menyoroti besarnya tekanan yang terjadi, di mana likuidasi posisi kripto—meliputi posisi long (taruhan harga naik) maupun short (taruhan harga turun)—telah mendekati angka mengerikan, yaitu 1 miliar dollar AS dalam 24 jam terakhir. Angka likuidasi sebesar ini menunjukkan volatilitas ekstrem dan memaksa banyak trader untuk menjual rugi secara otomatis.

📉 Tekanan Korporasi dan Sentimen Risiko Global

Kekalahan Bitcoin tidak berdiri sendiri. Kejatuhan ini semakin diperkuat oleh berita korporasi. Strategy, salah satu korporasi publik pemegang Bitcoin terbesar di dunia, terpaksa memangkas proyeksi laba tahun 2025 mereka. Keputusan ini diambil karena melemahnya nilai aset kripto yang menjadi inti strategi keuangan mereka, yang secara langsung menyeret harga saham perusahaan tersebut terkoreksi hingga 3,3 persen.

Juan Perez, Direktur perdagangan Monex USA, menilai penurunan masif ini sebagai sinyal meredupnya selera investor terhadap aset digital. “Bitcoin tampaknya mulai terkena efek memudarnya antusiasme di sektor kripto dan teknologi,” ujar Perez.

Ia menambahkan bahwa faktor yang menekan minat investor tidak hanya terbatas pada dinamika internal kripto. Kekhawatiran makroekonomi turut berperan besar, termasuk:

  1. Konsentrasi Pasar: Kekhawatiran atas dominasi segelintir whale (pemilik modal besar) yang mampu memanipulasi harga.
  2. Ketahanan Infrastruktur Blockchain: Isu mengenai skalabilitas, kecepatan, dan keamanan jaringan yang terus dipertanyakan seiring peningkatan adopsi.
  3. Menurunnya Kerja Sama Perdagangan Global: Kebijakan proteksionisme dan ketegangan perdagangan yang mengurangi minat pada aset cross-border seperti kripto.

Aset kripto lain pun tak luput dari efek domino. Ether (ETH), aset kripto terbesar kedua, ambles hingga 8,8 persen ke level 2.756 dollar AS. Ether mencatat penurunan bulanan yang lebih parah, terkoreksi sekitar 22 persen pada November—penurunan bulanan terburuk sejak Februari tahun tersebut.

đź’ˇ Korelasi yang Berubah: Bukan Sekadar Saham Teknologi

Tekanan pada pasar kripto ini terjadi bersamaan dengan pelemahan di pasar saham global. Indeks MSCI Global turun 0,40 persen dan Indeks S&P 500 Amerika Serikat melemah 0,5 persen. Pelemahan pasar saham, khususnya di sektor teknologi, dipicu oleh kekhawatiran bahwa rally saham terkait kecerdasan buatan (AI) mulai kehilangan momentum dan memasuki fase jenuh.

Namun, yang menarik, korelasi antara Bitcoin dan pasar saham, yang sebelumnya sering bergerak searah, kini dinilai mulai melemah. Co-Founder Themis Trading, Joe Saluzzi, menekankan bahwa meskipun kedua pasar sama-sama sensitif terhadap sentimen risiko global, pergerakan mereka tidak selalu terikat erat lagi. “Pasar kripto dan saham saat ini tidak selalu bergerak searah, meski sama-sama sensitif terhadap sentimen risiko,” ujarnya. Hal ini menyulitkan para analis untuk memprediksi pergerakan BTC hanya dengan mengamati bursa saham.

Meskipun sentimen saat ini didominasi oleh ketakutan (Fear), beberapa analis dan investor jangka panjang (HODLers) menolak anggapan bahwa Bitcoin telah kehilangan daya tariknya secara permanen. Mereka menunjuk pada data historis yang menunjukkan bahwa Desember justru secara tradisional menjadi salah satu bulan terbaik untuk Bitcoin, dengan rata-rata penguatan historis sebesar 9,7 persen.

Penurunan harga yang terjadi saat ini bisa dilihat sebagai peluang untuk mengakumulasi aset dengan harga “diskon” sebelum potensi rally akhir tahun (Santa Rally) terjadi. Meski demikian, semua pihak sepakat bahwa pergerakan tahun 2025 ini lebih sulit diprediksi karena ketidakpastian geopolitik dan regulasi yang semakin ketat.

Saat pasar berjuang keras untuk menemukan dasar baru, satu hal yang pasti: volatilitas ekstrem ini menguji ketahanan fundamental aset kripto dan kesabaran investor di ambang pergantian tahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *