
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyuarakan keprihatinannya terkait penumpukan dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan. Untuk mengatasi masalah ini, Purbaya menyiapkan solusi dengan membangun sistem transfer dana ke daerah (TKD) yang lebih cepat. Langkah ini diharapkan dapat mendorong efektivitas aliran dana publik dan menggerakkan perekonomian daerah, sekaligus mengurangi kebiasaan pemda menahan kas di penghujung tahun.
Menurut Purbaya, kebiasaan menahan dana ini sering terjadi karena pemda sengaja menyisakan anggaran untuk membiayai belanja rutin di awal tahun berikutnya. “Biasanya mereka perlu sampai akhir tahun disisakan untuk bulan Januari, Februari. Nanti tahun depan akan kita kembangkan sistem di mana transfernya bisa cepat, tanggal 1 atau 2 Januari udah keluar lah, kirim ke pemda, sehingga pemda enggak usah numpuk uang lagi,” ujar Purbaya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Ia menekankan bahwa dana ratusan triliun rupiah yang mengendap di bank setiap akhir tahun seharusnya dibelanjakan untuk memberikan dampak nyata bagi perekonomian, bukan sekadar terparkir dan menghasilkan bunga. Purbaya mengungkapkan data simpanan dana pemda di perbankan mencapai Rp 234 triliun selama periode Januari–September 2025, berdasarkan data Bank Indonesia per 15 Oktober 2025. Lima daerah dengan simpanan tertinggi adalah Jakarta (Rp 14,68 triliun), Jawa Timur (Rp 6,84 triliun), Kota Banjarbaru (Rp 5,16 triliun), Kalimantan Utara (Rp 4,70 triliun), dan Jawa Barat (Rp 4,17 triliun).
Saling Bantah: Menkeu Purbaya vs Gubernur Jabar Dedi Mulyadi

Kritik Purbaya terkait dana mengendap ini memicu polemik terbuka dengan sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dedi dengan tegas membantah adanya dana APBD Jawa Barat yang disimpan dalam bentuk deposito di bank. “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito,” kata Dedi, yang dikutip dari siaran pers Humas Jawa Barat, pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Purbaya menanggapi bantahan tersebut dengan menegaskan bahwa data yang ia miliki bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI). Ia bahkan menyarankan Dedi untuk memeriksa langsung ke bank sentral jika ingin mengetahui kebenaran data tersebut. “Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau mau dia periksa, periksa saja sendiri,” kata Purbaya. Ia bahkan menduga Dedi dibohongi oleh stafnya terkait kebenaran data tersebut.
Menanggapi polemik ini, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa BI memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank. Data tersebut kemudian diverifikasi dan dipublikasikan secara agregat dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
Klarifikasi Dedi Mulyadi: Giro Bukan Deposito, dan Sudah Dibelanjakan
Setelah berkoordinasi langsung dengan Bank Indonesia, Dedi Mulyadi memberikan klarifikasi lebih lanjut. Ia menegaskan tidak ada dana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengendap dalam bentuk deposito. Yang ada, menurut Dedi, adalah dana sebesar Rp 3,8 triliun yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro per 30 September 2025. Sisa dana lainnya dalam bentuk deposito BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) berada di luar kas daerah dan merupakan kewenangan BLUD masing-masing.
Dedi juga mengklaim bahwa dana Rp 3,8 triliun yang tersimpan dalam bentuk giro tersebut saat ini sudah dibelanjakan untuk berbagai kebutuhan, seperti gaji pegawai, biaya perjalanan dinas, hingga pembayaran tagihan listrik. “Jadi uang yang diendapkan itu tidak ada. Karena uang yang Rp 3,8 triliun ini hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, belanja bayar listrik, belanja bayar air, belanja para pegawai outsourcing,” ujar Dedi.
Ia menambahkan bahwa saldo kas daerah Jawa Barat bersifat dinamis dan terus berubah setiap waktu. Menurut data terbaru yang Dedi sampaikan, kas milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini sebesar Rp 2,5 triliun. “Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini adalah Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3, kemudian kemarinnya lagi Rp 2,4, itu yang benar. Dan tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di dana deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada,” tegasnya.
Respons Menkeu dan Komitmen Pembangunan

Meski Dedi Mulyadi telah memberikan klarifikasi, Purbaya Yudhi Sadewa tetap pada pendiriannya terkait pentingnya percepatan belanja. Ia menegaskan bahwa dana yang dialokasikan pusat untuk daerah sudah tersedia dan harus segera digunakan untuk mendukung pembangunan. “Pesan saya yang sederhana adalah dananya sudah ada, segera gunakan. Jangan tunggu akhir tahun, gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” kata Purbaya.
Ia juga mewanti-wanti kepala daerah agar lebih bijak dalam mengelola kas daerah. “Kelola dana pemda di bank dengan bijak, simpan secukupnya untuk kebutuhan rutin, tapi jangan biarkan uang tidur. Uang itu harus kerja bantu ekonomi daerah,” tegasnya.
Purbaya menanggapi kunjungan Dedi Mulyadi ke BI sebagai langkah wajar untuk mencari kebenaran data, namun ia menegaskan tidak ada rencana untuk bertemu langsung dengan Gubernur Jabar tersebut. “Enggak ada (rencana bertemu Dedi),” ujarnya singkat.
Di sisi lain, Dedi Mulyadi menyatakan kesiapannya untuk bertemu dengan Menteri Keuangan. Ia menilai kritik Purbaya bertujuan positif untuk memastikan anggaran terserap dengan baik, terutama terkait dana transfer daerah. Polemik ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemda untuk lebih disiplin dan proaktif dalam merealisasikan belanja anggaran demi kemajuan daerah.