
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bertemu kembali setelah delapan tahun terpisah. Momen bersejarah ini terjadi di Gaza Peace Summit yang digelar di Sharm El-Sheikh, Mesir, pada Senin, 13 Oktober 2025. Pertemuan tersebut menjadi sorotan dunia, mengingat sejarah panjang ketegangan antara kedua pemimpin dan negara mereka.
Pada pertemuan itu, Trump menyambut Abbas dengan hangat. Dalam siaran langsung yang ditayangkan menjelang acara, terlihat Trump merangkul tangan Abbas dan berbincang akrab, memperlihatkan tanda kedekatan meski selama ini hubungan mereka sempat tegang. Foto bersama keduanya memperlihatkan Trump menggenggam erat tangan Abbas sambil tersenyum dan memberi jempol, menandakan suasana positif di tengah situasi yang sebelumnya sarat ketegangan.
Kedua tokoh terakhir bertemu pada 2017 di Gedung Putih. Namun, hubungan mereka memburuk ketika pemerintahan Trump menolak visa Abbas dan menuduh pemerintah Palestina merusak prospek perdamaian. Akibatnya, Abbas tidak dapat menghadiri Sidang Majelis Umum PBB pada September 2025 dan hanya berpidato lewat video. Di saat yang sama, sejumlah negara mendeklarasikan pengakuan resmi atas negara Palestina, menambah kompleksitas situasi politik di Timur Tengah.
Selama masa jabatan Trump sebelumnya, kebijakan-kebijakan yang diambil AS menimbulkan kemarahan di pihak Palestina. Di antaranya adalah pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, pemutusan bantuan kepada badan PBB untuk pengungsi Palestina, serta rencana perdamaian yang dinilai menguntungkan Israel. Selain itu, Trump juga berperan dalam membentuk Abraham Accords, perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab. Kebijakan ini membuat Abbas melarang pejabat Palestina berhubungan dengan pemerintahan Trump.
Namun, menjelang pemilihan presiden AS tahun lalu, Abbas berusaha memperbaiki hubungan dengan Trump. Dengan bantuan Massad Boulos, seorang pengusaha Lebanon-Amerika yang juga ayah mertua putri Trump, Tiffany Trump, keduanya mulai berkomunikasi kembali. Surat dari Abbas kepada Trump berisi kecaman atas upaya pembunuhan terhadap Trump pada Juli lalu diteruskan oleh Boulos dan mendapat respons hangat dari Trump yang mengunggah surat itu di media sosial, menunjukkan niat baik kedua belah pihak untuk berdamai.

Di sisi lain, Trump juga terlibat aktif dalam upaya perdamaian di Asia Tenggara, khususnya dalam konflik antara Thailand dan Kamboja. Ketegangan yang memuncak menjadi bentrokan berdarah selama lima hari pada Juli 2025 menewaskan sedikitnya 48 orang dan membuat ratusan ribu warga mengungsi. Konflik ini menjadi yang terburuk dalam lebih dari satu dekade terakhir antara kedua negara tetangga tersebut.
Trump dijadwalkan menghadiri penandatanganan perjanjian damai antara Thailand dan Kamboja pada KTT ASEAN yang akan digelar di Kuala Lumpur pada 26-28 Oktober 2025. Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menyatakan bahwa kesepakatan yang dikenal sebagai Kesepakatan Kuala Lumpur ini diharapkan menjadi tonggak perdamaian dan gencatan senjata yang langgeng. Malaysia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, berperan penting dalam mediasi perdamaian yang telah mengarah pada gencatan senjata awal pada Juli dan sekarang berusaha memastikan gencatan senjata yang lebih luas dengan dukungan AS.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet bahkan mengusulkan agar Trump dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian atas diplomasi inovatifnya yang membantu mengakhiri bentrokan tersebut. Sementara itu, Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menerima surat dari Trump yang berisi harapan agar ketegangan bisa diselesaikan dengan damai. Meski belum ada konfirmasi resmi dari Washington, kehadiran Trump di KTT ASEAN diyakini akan membawa pengaruh positif bagi stabilitas kawasan.
Di tengah berbagai upaya perdamaian ini, sikap Iran menjadi sorotan. Kementerian Luar Negeri Iran mengkritik seruan perdamaian Trump yang dianggap tidak konsisten dengan tindakan AS selama ini. Iran menuding Amerika Serikat melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir dan permukiman mereka, menyebabkan ribuan korban jiwa dalam Perang 12 Hari pada Juni lalu. Iran juga menolak tuduhan AS dan Barat yang menyebutnya sebagai pihak yang membiayai dan memasok senjata kepada kelompok militan seperti Hamas dan Hizbullah, yang dinilai bertanggung jawab atas serangan ke Israel.
Dalam pidatonya di Parlemen Israel, Trump memuji tindakan Israel membunuh sejumlah pemimpin militer senior Iran dan ilmuwan penting negara tersebut. Ia menegaskan bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari upaya menghentikan program nuklir Iran dan membuka peluang bagi lebih banyak negara Arab untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Meskipun menyebut Iran sebagai negara yang “lemah”, Trump membuka pintu bagi dialog dan perundingan, dengan syarat Iran harus siap untuk bernegosiasi dan mencabut dukungan terhadap milisi proksi.
Di tingkat regional, keputusan kehadiran Trump dalam KTT ASEAN memicu perdebatan di Malaysia. Meski kehadirannya disetujui secara bulat oleh para pemimpin ASEAN, termasuk Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, ada kekhawatiran bahwa langkah tersebut tidak boleh mengubah sikap Malaysia dalam mendukung hak-hak rakyat Palestina dan menolak campur tangan asing di Gaza. Para pejabat Malaysia menegaskan bahwa keputusan mengundang Trump merupakan keputusan kolektif ASEAN sebagai rakan dialog dan bukan keputusan unilateral pemerintah Malaysia.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, dunia menyaksikan bagaimana diplomasi dan konflik terus bergulir, saling mempengaruhi dan membuka peluang baru untuk perdamaian. Pertemuan Trump dan Abbas, mediasi konflik Thailand-Kamboja, hingga ketegangan dengan Iran, menunjukkan betapa kompleks dan saling terkaitnya isu global saat ini. Kesuksesan diplomasi dan upaya perdamaian ini sangat bergantung pada kesediaan semua pihak untuk membuka dialog dan menghormati kedaulatan serta hak-hak setiap negara.