Oktober 18, 2025

Pada Rabu (1/10/2025) malam waktu setempat, Angkatan Laut Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah mencegat Global Sumud Flotilla (GSF), sebuah armada kapal yang membawa bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza. Insiden ini secara dramatis mengakhiri upaya terbaru kapal-kapal internasional untuk menembus blokade Israel di wilayah Palestina yang dilanda perang, memicu kecaman keras dari berbagai pihak dan menyulut kembali perdebatan tentang hukum internasional di tengah konflik yang berlarut-larut.

Misi Kemanusiaan yang Dicegat

Global Sumud Flotilla terdiri dari sekitar 45 kapal, mengangkut ratusan aktivis dan politikus dari berbagai negara, dengan misi tunggal: mengirimkan bantuan vital ke Gaza, di mana PBB telah menyatakan kelaparan melanda sebagian besar wilayah tersebut. Armada ini memulai perjalanannya dari Spanyol bulan lalu, bertekad untuk mematahkan blokade yang telah diberlakukan Israel selama bertahun-tahun.

Pencegatan terjadi saat armada berlayar sekitar 131 kilometer (81 mil laut) dari pesisir Jalur Gaza, meskipun beberapa laporan menyebutkan jarak sekitar 111 kilometer (60 mil laut). Dua kapal utama yang menjadi sasaran adalah Kapal Alma yang berbendera Inggris, yang membawa aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, dan Kapal Sirius yang berbendera Spanyol. Ini adalah penangkapan kedua bagi Greta Thunberg dalam misi serupa.

Menurut pernyataan dari GSF, Angkatan Laut Israel melakukan “operasi intimidasi dan pembajakan” terhadap kapal-kapal tersebut. Mereka memblokir komunikasi, memerintahkan kapal untuk mengubah arah, dan menaiki kapal-kapal secara ilegal di perairan internasional. GSF mengecam tindakan ini sebagai “kejahatan kriminal dan pelanggaran hukum internasional, serta kejahatan perang,” mengingat misi mereka adalah misi damai dan tanpa kekerasan.

Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi operasi militer tersebut, menyatakan bahwa “beberapa kapal dari… armada telah dihentikan dengan selamat dan penumpangnya sedang dipindahkan ke pelabuhan Israel.” Mereka juga mengunggah video yang menunjukkan Greta Thunberg dalam kondisi aman. Namun, klaim “aman dan sehat” ini dibantah oleh beberapa aktivis di kapal, termasuk anggota Parlemen Eropa keturunan Prancis-Palestina, Rima Hassan, yang mengatakan “ratusan orang telah ditangkap secara ilegal dan ditahan secara sewenang-wenang oleh Israel.”

Reaksi Internasional dan Pelanggaran Hukum

Insiden pencegatan ini segera menuai kecaman keras dari komunitas internasional. Kementerian Luar Negeri Turki, misalnya, menyebut aksi militer Israel sebagai “serangan di perairan internasional” yang merupakan “aksi terorisme” dan “pelanggaran paling serius terhadap hukum internasional” serta “membahayakan nyawa warga sipil tidak bersalah.” Turki juga menegaskan bahwa serangan ini menunjukkan “kebijakan fasis dan bersifat militer” yang diterapkan oleh pemerintahan Benjamin Netanyahu.

Hamas juga mengutuk keras intersepsi armada tersebut, menyebutnya sebagai “kejahatan pembajakan dan terorisme maritim.” Sementara itu, Afrika Selatan menyerukan pengekangan diri dan kehati-hatian sepenuhnya, menekankan keselamatan, keamanan, dan integritas fisik semua peserta tak bersenjata di atas armada adalah yang terpenting.

Sebelum insiden ini, Spanyol dan Italia, yang mengirimkan kapal perang untuk mengawal armada bantuan Gaza, telah mendesak kapal-kapal bantuan tersebut untuk berhenti sebelum memasuki zona eksklusi Israel di lepas pantai Gaza. Namun, para aktivis menolak, menuduh keputusan Spanyol dan Italia sebagai upaya “menyabotase” misi mereka.

Blokade Gaza dan Krisis Kemanusiaan

Insiden pencegatan Global Sumud Flotilla ini menjadi pengingat yang menyakitkan akan blokade berkepanjangan yang diberlakukan Israel terhadap Jalur Gaza. Israel mengklaim blokade ini diperlukan untuk mencegah bantuan jatuh ke tangan Hamas, sebuah kelompok yang dianggap teroris oleh Israel dan Amerika Serikat. Namun, lembaga bantuan internasional dan PBB telah berulang kali mengecam blokade tersebut sebagai penyebab utama krisis kemanusiaan yang parah di Gaza.

Bulan lalu, sebuah badan yang didukung PBB mengonfirmasi bahwa kelaparan telah terjadi di Kota Gaza, dan kepala kemanusiaan PBB menyatakan hal itu merupakan akibat langsung dari hambatan sistematis Israel terhadap bantuan yang masuk ke wilayah tersebut. Klaim ini secara konsisten dibantah oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Meskipun Israel dan AS mendukung sistem distribusi alternatif seperti Gaza Humanitarian Foundation (GHF), PBB menolak sistem tersebut karena dinilai tidak etis. Perbedaan pandangan ini semakin memperumit upaya penyaluran bantuan dan memperpanjang penderitaan warga Gaza.

Pencegatan GSF adalah episode terbaru dalam serangkaian upaya aktivis untuk mematahkan blokade ini. Israel sebelumnya telah menggagalkan dua upaya serupa pada bulan Juni dan Juli. Pemerintah Israel menyebut armada bantuan itu sebagai “selfie yacht,” namun Greta Thunberg dan aktivis lainnya membantah kritik tersebut, menegaskan bahwa tidak ada yang mau mempertaruhkan nyawa hanya untuk aksi publisitas.

Insiden ini menegaskan kembali bahwa konflik di Jalur Gaza bukan hanya pertarungan di darat, tetapi juga pertempuran di laut, di mana misi kemanusiaan menjadi sasaran di tengah ketegangan geopolitik yang mendalam. Pertanyaan tentang legalitas blokade dan hak warga sipil untuk menerima bantuan tetap menjadi isu krusial yang membutuhkan perhatian dan solusi dari komunitas internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *