
Pemerintah Indonesia kini menatap ke depan dengan keyakinan tinggi. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun ke depan bukan sekadar mimpi — melainkan sebuah peluang nyata, asalkan didukung oleh kebijakan fiskal yang tepat, investasi yang kuat, dan sinergi seluruh pemangku kepentingan.
Menurut Purbaya, sejak dilantik, ia menerima mandat langsung dari Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pertumbuhan. Ia menilai bahwa stagnasi ekonomi pada kisaran 5 persen bukanlah pilihan masa depan, dan target 8 persen harus menjadi arah strategis baru.
“Jika Anda bertanya apakah kita bisa mencapai delapan persen besok, kalau saya bilang bisa, saya akan berbohong. Tapi kita bergerak ke arah sana,” ujar Purbaya.
Kebijakan Fiskal Sebagai Mesin Penggerak Ekonomi
Salah satu langkah strategis yang sudah diluncurkan ialah pengalihan dana pemerintah yang “menganggur” di bank sentral ke bank-bank komersial milik negara, untuk digerakkan sebagai kredit terhadap sektor riil. Purbaya menyebut bahwa sistem keuangan Indonesia saat ini tengah mengalami semacam “drought liquidity” — di mana uang beredar tapi tidak banyak masuk ke sektor produksi dan konsumsi.
Dana tunai senilai Rp 200 triliun telah disiapkan dan dialokasikan ke sejumlah bank besar — seperti Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara, serta Bank Syariah Indonesia — dengan syarat bahwa dana tersebut benar-benar dipakai untuk pembiayaan usaha, bukan untuk membeli surat berharga pemerintah.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikaji ulang untuk menajamkan fokus pada proyek infrastruktur prioritas, seperti perumahan, ketahanan pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Purbaya memperkirakan, investasi dari sovereign wealth fund “Danantara” akan terus meningkat hingga tahun 2029, sebagai bagian dari strategi percepatan pembangunan jangka menengah.
Sementara itu, Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen hanya akan bermakna jika manfaatnya benar-benar dirasakan secara merata oleh masyarakat luas. Persis di sinilah koperasi diharapkan memainkan peran kunci sebagai penghubung antara kebijakan makro dan kehidupan ekonomi rakyat.
Ferry melihat koperasi sebagai instrumen efektif untuk memperluas akses pembiayaan terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), memperkuat daya saing para pelaku usaha kecil, serta mengintegrasikan usaha kecil ke dalam rantai pasok nasional maupun global.
Di samping itu, pemerintah juga aktif mendorong penguatan koperasi desa lewat program “Koperasi Desa Merah Putih” yang telah ditetapkan presiden. Model koperasi desa ini dianggap bisa secara langsung menyasar wilayah perdesaan dan kelurahan untuk meningkatkan kesejahteraan, mengurangi praktik rentenir atau pinjol ilegal, serta memberikan akses antar warga terhadap barang kebutuhan pokok dan layanan kesehatan berbasis komunitas.
Tantangan di Tengah Ambisi Besar
Meski optimismenya tinggi, target 8 persen bukan tanpa tantangan:
- Ketimpangan antara ekspansi fiskal dan disiplin anggaran
Pergeseran kebijakan ekonomi dari pendekatan “waspada anggaran” ke “ekspansi fiskal pro-pertumbuhan” memang bisa mempercepat aktivitas ekonomi, tetapi berpotensi menimbulkan defisit anggaran yang membengkak dan mengikis kepercayaan pasar. - Reaksi investor dan stabilitas makro
Penunjukan Purbaya Sadewa sebagai Menteri Keuangan — menggantikan Sri Mulyani Indrawati — menjadi isyarat pergeseran filosofi kebijakan ekonomi, dan memicu reaksi pasar keuangan. Ada kekhawatiran bahwa pendekatan ekspansif bisa merusak kredibilitas fiskal dan mengganggu stabilitas nilai tukar, jika tidak diimbangi dengan strategi jangka panjang yang hati-hati. - Kualitas investasi dan produktivitas sektor riil
Memindahkan likuiditas ke sektor riil memang penting, tetapi hasil akhirnya sangat tergantung pada kualitas investasi dan produktivitas sektor riil itu sendiri. Tanpa struktur ekonomi yang mampu menyerap modal dan tenaga kerja secara efisien, ekspansi kredit dan belanja tidak otomatis berujung pada peningkatan pertumbuhan jangka panjang. - Pemberdayaan koperasi sebagai basis ekonomi rakyat
Koperasi memang dipandang sebagai kendaraan inklusif, tetapi kontribusinya terhadap PDB nasional selama dekade terakhir masih terhitung kecil (sekitar satu persen). Penguatan kelembagaan koperasi, digitalisasi pengelolaan, dan sinergi struktural antara koperasi rakyat dan rantai ekonomi nasional/global masih menjadi “pekerjaan rumah” besar.
Peluang Besar: Sinergi Kebijakan, Investasi, dan Ekonomi Kerakyatan
Dengan lanskap tersebut, sinergi antara langkah-langkah kebijakan fiskal, dorongan investasi, dan penguatan ekonomi kerakyatan melalui koperasi menjadi modal kunci agar target 8 persen tidak sekadar angka ambisius, melainkan bisa diwujudkan secara nyata.
Jika pemerintah berhasil mendorong arus modal ke sektor riil dan proyek infrastruktur strategis, sambil membangun ekosistem koperasi yang benar-benar kuat dan terintegrasi dengan UMKM serta pelaku usaha kecil, maka Indonesia punya kans besar untuk melesat menjadi negara maju — bukan hanya secara ekonomi makro, tapi juga dalam hal pemerataan dan ketahanan sosial-ekonomi.
Tantangannya memang tidak sedikit, mulai dari menjaga keseimbangan fiskal hingga memastikan bahwa dorongan investasi dan ekspansi kredit bertransformasi menjadi peningkatan produktivitas dan lapangan kerja yang nyata. Namun dengan tata kelola fiskal yang optimal, kepastian regulasi, dan peran aktif semua elemen masyarakat — termasuk koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat — target 8 persen dalam 2–3 tahun ke depan menjadi sasaran yang sangat mungkin dicapai.