
Pada hari Kamis, 4 September 2025, Kejaksaan Agung secara resmi menetapkan Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2019–2024), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook. Penetapan ini menjadi babak baru dalam skandal yang selama ini dikenal sebagai “Chromebookgate”.
Kronologi dan Fakta Penting
- Penetapan Tersangka dan Nilai Kerugian
Berdasarkan pengumuman Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mengumpulkan keterangan dari sekitar 120 saksi dan 4 ahli. Dugaan kasus korupsi ini diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 1,98 triliun.
- Penahanan Selama 20 Hari
Sesaat setelah penetapan, Nadiem langsung ditahan dan diwajibkan menjalani masa penahanan selama 20 hari, yang membawanya ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. - Penerapan Pasal yang Disangkakan
Nadiem dikenakan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi—Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18—dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. - Sejarah Kasus dan Nilai Proyek
Skandal ini berawal dari program pengadaan Chromebook senilai sekitar Rp 9,9 triliun bagi sektor pendidikan (periode 2019–2023). Proyek ini mencakup anggaran APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK). - Peran Nadiem dalam Pengadaan
Kejagung menyebut bahwa pada Februari 2020, Nadiem bertemu pihak Google Indonesia dan sepakat menggunakan sistem operasi Chrome OS serta layanan Chrome Device Management (CDM) untuk proyek TIK pendidikan. Kemudian pada 6 Mei 2020, melalui rapat virtual via Zoom, ia menginstruksikan penggunaan Chromebook sebelum pengadaan dimulai. - Situasi Saat Pemeriksaan
Ketika tiba di Kejagung untuk pemeriksaan, Nadiem tampak tenang, didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea. Ia hanya menyampaikan: “Dipanggil untuk kesaksian, terima kasih, mohon doanya.”
Kasus ini menandai dimulainya babak krusial dalam penegakan hukum terhadap pejabat tinggi yang kini terjerat dugaan penyalahgunaan wewenang. Nilai kerugian mencapai hampir Rp 2 triliun, yang menjadi sorotan publik karena anggaran tersebut seharusnya untuk kepentingan pendidikan nasional.
Tahapan penyidikan sebelumnya—yang telah menyeret empat tersangka seperti staf khusus (Jurist Tan), beberapa direktur di Kemendikbudristek, dan konsultan teknologi—menunjukkan skala masalah ini tidak main-main. Penetapan Nadiem sebagai tersangka menunjukkan bahwa penyidik telah menemukan titik temu bukti dan saksi yang cukup kuat.
Penetapan ini diprediksi akan memicu respons dari berbagai pihak. Di satu sisi, publik menuntut transparansi dan keadilan. Di sisi lain, langkah hukum berikutnya adalah pemeriksaan intensif, penyerahan berkas perkara, dan kemungkinan sidang di Pengadilan Tipikor.
Pihak keluarga maupun pendukung Nadiem kemungkinan besar akan mengupayakan langkah hukum guna memperjelas duduk perkara dan mempertahankan reputasi. Sementara itu, publik dan pengamat berharap Kejagung dapat menyelesaikan proses ini secara cepat dan transparan.
Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka menambah bobot skandal Chromebook yang telah membelit Kemendikbudristek selama beberapa tahun. Dengan nilai kerugian negara hampir Rp 2 triliun, proses ini menjadi ujian serius bagi sistem hukum dan tata kelola pemerintahan. Apakah kasus ini akan membuka tirai baru dalam pemberantasan korupsi pejabat tinggi di Indonesia? Kita tunggu kelanjutannya dengan seksama.